Oleh : Muhamad Sahirudin / Daink
Saya kira masyarakat masih ingat bahwa beberapa bulan yang lalu di media suara NTB kajari Praya Fadil Reagen SH MH berstatmen bahwa pihak kejaksaan negeri Praya juga sudah melakukan koordinasi audit Krugian negara dengan pihak inspektorat guna mengetahui besaran jumlah riil kerugian negara kasus BLUD RSUD Praya.. Namun faktanya hingga hari ini, berdasarkan informasi yang beredar pihak kejaksaan negeri Praya sendiri belum menyerahkan seluruh dokumen yang diperlukan oleh pihak inspektorat sebagai bahan rujukan/ acuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai auditor yang di mintai bantuan untuk menghitung besarnya kerugian negara pada kasus kasus BLUD. Artinya bisa saja pada akhirnya di kemudian hari pihak inspektorat akan jadi kambing hitam terhadap lambannya proses penanganan kasus dugaan korupsi besar yang terjadi di kabupaten Lombok Tengah. Inilah salah satu ekses/ akibat adanya kamuflase/ bungkusan nyata ketika lembaga aparat hukum yang berfungsi untuk mengawasi kinerja pelaksanaan anggaran publik melakukan kerjasama tentang permasalah hukum dengan pihak eksekutif sebagai lembaga yang di awasi. Ujung-ujungnya segala kebijakan pemerintah yang kecederung melanggar hukum menjadi ewuh pakewuh untuk di tindaklajuti oleh aparat penegak hukum, lebih–lebih kalau bangunan kantor pihak aparat hukum telah di bangunkan oleh pihak eksekutif..
Lambatnya penanganan kasus BLUD dan kasus-kasus lainnya yang sudah dilaporkan pada institusi kejaksaan, terdapat indikasi bahwa pihak kejari praya di duga ada kesengajaan untuk melakukan usaha-usaha menghambat proses pelaksanaan audit oleh inspektorat untuk melakukan tugasnya, yaitu dengan sengaja tidak melengkapi berkas / dokumen yang diperlukan inspektorat sebagai rujukan dalam menghitung besarnya keruguan negara yang timbul akibat pengeloaan BLUD RSUD Praya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Artinya bahwa di duga ada unsur pihak kejaksaan negeri praya sengaja melakukan perbuatan menghambat proses pelaksanaan audit terhadap kasus dugaan korupsi BLUD dalam status proses penyidikan (obstruction of justice), dengan cara tidak memberikan seluruh dokumen yang diperlukan oleh pihak inspektorat sebagai rujukan untuk melakukan perhitungan besarnya kerugian negara yang timbul terkait kasus BLUD RSUD Praya. Dan tujuannya memperlambat penanganan kasus BLUD RSUD Praya ini sudah jelas, gampang dibaca secara kasat mata serta bukan menjadi rahasia umum lagi yaitu pihak aparat hukum ingin melindungi beberapa pejabat teras yang terlibat didalamnya.
Demikin juga terhadap persoalan Berita Acara BWS NTB dan PT. Nindya Karya tentang kesanggupannya untuk mengembalikan struktur badan jalan yang terkena pekerjaan pemasangan pipa KE KONDISI SEMULA yang mengacu kepada kontrak peningkatan jalan ruas Darek – Pelambik, Embung ajan – Darek, dan Penujak – Motong Beliak. yang telah di tandatangani bersama di kantor Kejaksaan Negeri Praya. Artimya bahwa untuk badan jalan hotmix yang rusak akibat pelaksanaan proyek penanaman pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga untuk KEK Mandalika Kabupaten Lombok Tengah, Apakah sudah dilakukan restorasi/ rekondisi badan jalan dengan cara di hotmix kembali. Begitu juga untuk pinggir jalan yang awalnya sudah dirabat, Apakah sudah direstorasi/ rekontruksi dan atau dikembalikan seperti semula yaitu di rabat. Bagaimana kelanjutan dari semua persoalan di atas kok makin kabur saja tanpa tindaklanjut yang signifikan dari pihak aparat hukum. ?. Apakah memang semua kasus ini sudah ditransaksionalkan, sehingga penyelesiannay semakin tidak jelasa saja ?
Regulasi palsu dan banyaknya intrik dari aparat hukum dalam penanganan kasus adanya dugaan tindak pidana korupsi terbukti sangat konspiratif dan tendensius, serta selalu menguntungkan para pejabat/ policy maker yang terlibat dengan cara menggadaikan integritas diri. Para pihak yang terlibat sudah kehilangan hati nurani akibat kebutuhan harta benda dunia yang kian tak berujung demi kepentingan diri dan kelompok, serta berupaya mempertahankan jabatan dengan menanggalkan profesionalisme dan harga diri. Para elit kekuasaan yang dekat dan berkolabirasi dengan APH selalu mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan ketika tersangkut dalam persoalan tindak pidana, sehingga berdampak kepada kesenjangan penegakan rasa keadilan bagi seluruh rakyat jelata. Munculnya cara-cara frakmatis dalam jual beli industri hukum yang tidak didukung oleh semangat sebagai negarawan sejati demi bangsa dan negara merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penegakan hukum di negeri ini menjadi sangat rapuh bin menuju pada kehancuran negara. Pola–pola transaksional kasus semacam ini makin hari makin berkembang sebagai akibat hilangnya moral dan hati nurani yang makin kelaparan seperti nafsu setan. Maka jangan heran jika para pejabat pada dasarnya sudah kehilangan sense of belonging terhadap bangsa dan negaranya. Dan kalau melihat rekam jejak Kajari Praya saat menangani kasus Gayus HP. Tambunan selama ini, maka jangan disalahkan jika masyarakat lombok tengah memiliki prediksi bahwa kasus BLUD RSUD Praya berikut kasus proyek penanaman pipa pembangunan sistem penyediaan air baku bendungan Pengga dan kasus-kasus besar lain yang sudah dilaporkan ke kejaksaan negeri Praya akan KANDAS di tengah jalan akibat kena tilang. Dan jika kondisi sudah demikian maka sebaiknya pihak Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera melakukan pergantian Kepala Kejaksaan Negeri Praya, sebab sudah 1,5 ( satu setengah) tahun proses penanganan kasus BLUD RSUD Praya tidak ada progres yang signifikan, bahkan kasus-kasus lain yang melibatkan pejabat eksekutif cenderung akan di SP3 kan, serta bikin pusing para auditor pemerintah. Seluruh kebijakan/regulasi yang sudah diucapkan oleh seorang pejabat harus bisa dibuktikan bersama seperti kaidah hukum yang diharapkan, serta tidak ada lagi hal-hal yang harus di tutup-tutupi supaya tidak menjadi BASI.